News
Ekonomi Kaltim Dalam Bayang-bayang Ketidakstabilan Geopolitik Dan Proteksionisme Dagang
Ekonomi
Foto: Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (Kpw BI) Kaltim, Budi Widihartanto. (Ist)
968kpfm, Samarinda - Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (Kpw BI) Kaltim, Budi Widihartanto, menyatakan ketidakstabilan geopolitik dan proteksionisme dagang global telah menyebabkan fluktuasi harga komoditas di Kalimantan Timur.
Dalam Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi Kaltim di Hotel Fugo, Samarinda, Rabu (17/7/2024), Budi menekankan bahwa inklusivitas dan keberlanjutan sektor, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta permintaan domestik yang kuat, menjadi kunci ketahanan ekonomi Indonesia.
“Meskipun Indonesia telah melalui berbagai krisis seperti booming komoditas 2013, krisis global 2008, dan pandemi 2020, negara ini tetap menunjukkan resiliensi yang kuat,” ujar Budi.
Ia juga menyebutkan, nilai tukar sempat berfluktuasi, namun kini telah menguat kembali meskipun ada tekanan dari pembayaran hutang dan dividen keluar.
Budi menyoroti ketergantungan ekonomi Kaltim pada sumber daya alam, terutama pertambangan dan migas, yang membuat fluktuasi harga batu bara berdampak langsung pada sektor perbankan.
“Perbankan perlu satu sikap pengembangan di luar batu bara sehingga penyaluran kredit tidak turun tajam,” jelasnya.
Ia juga mencatat bahwa kebijakan global yang cenderung beralih ke sektor hijau akan berdampak signifikan pada ekonomi Kaltim.
Namun, Budi melihat adanya peluang besar dengan perpindahan ibu kota negara ke wilayah ini, termasuk peningkatan jumlah penduduk dan akselerasi permintaan kebutuhan pokok.
“Menjaga stabilisasi harga dengan memastikan suplai yang memadai sangat penting,” tambahnya. Budi juga menekankan pentingnya fokus pada sektor pertanian untuk menjaga stabilitas harga pangan, meskipun produktivitasnya tidak setinggi di Jawa dan Sulawesi.
Transformasi ekonomi melalui pengembangan ekonomi maritim, pariwisata, ekonomi kreatif, dan hilirisasi juga diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam.
Akselerasi investasi mesti didorong melalui penguatan infrastruktur dan konektivitas. “Diperlukan dukungan terhadap peraturan pemerintah terkait peningkatan hasil ekspor sumber daya alam dan perlakuan pajak penghasilan atas devisa hasil ekspor,” tutup Budi.
Penulis: Maul