News
Uji Materi PP 25/2024: Menolak Konsesi Tambang Untuk Ormas Keagamaan
Benua Etam
Foto: Ilustrasi pertambangan batu bara. (Dok)
968kpfm, Samarinda - Sejumlah lembaga masyarakat dan tokoh nasional mengajukan permohonan uji materi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 ke Mahkamah Agung.
PP tersebut dianggap cacat hukum karena memberikan konsesi tambang secara prioritas kepada organisasi keagamaan. Mereka menilai kebijakan ini berpotensi merusak lingkungan serta menimbulkan ketidakadilan sosial.
Dalam sebuah webinar bertajuk Menolak Suap Tambang untuk Ormas Keagamaan yang digelar Kamis, 27 September 2024, Tim Advokasi Tolak Tambang menyatakan sikapnya. Diskusi ini diadakan menjelang Hari Pertambangan dan Energi Nasional, 28 September, yang diperingati berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2008.
“Kami akan mengajukan uji materi untuk menentang pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan. Ini bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, dan kebijakan ini sangat berbahaya bagi keberlanjutan lingkungan serta keadilan sosial,” ujar Wasingatu Zakiyah, salah satu kuasa hukum Tim Advokasi.
Ancaman Kerusakan Lingkungan dan Sosial
Tim Advokasi terdiri dari 16 pemohon, termasuk Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Tren Asia, serta akademisi dan aktivis lingkungan. Mereka menilai, PP 25/2024 melanggar Pasal 75 Undang-Undang Minerba yang mewajibkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) melalui mekanisme lelang terbuka.
Muhammad Isnur dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) turut mengkritik kebijakan ini. Ia menekankan bahwa pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan tanpa melalui lelang terbuka tidak memiliki dasar hukum yang jelas. “Kebijakan ini tidak sesuai dengan semangat Indonesia yang tengah berusaha mengurangi ketergantungan pada kegiatan ekstraktif yang merusak lingkungan,” kata Isnur dalam diskusi tersebut.
Senada dengan Isnur, Herlambang Perdana Wiratraman, seorang ahli hukum, mengingatkan bahwa ormas keagamaan seharusnya menjaga nilai-nilai moral dan etika. Ia mengkhawatirkan, keterlibatan ormas dalam bisnis pertambangan akan memperparah konflik sosial dan kerusakan lingkungan. “Ormas keagamaan bisa kehilangan integritasnya bila terseret ke dalam bisnis yang merusak alam,” tegasnya.
Hema Situmorang, pengkampanye JATAM Nasional, juga tak kalah keras menolak PP tersebut. Ia menggarisbawahi dampak lingkungan yang selalu menyertai operasi tambang. “Tidak ada kegiatan tambang yang tidak merusak lingkungan. Warga sekitar tambang sering kali kehilangan akses air bersih karena tercemar oleh limbah perusahaan,” jelasnya.
Suara dari Kalimantan Timur
Dari sudut pandang lokal, Mareta Sari, warga asli Kalimantan Timur, berbicara soal konflik sosial yang dipicu oleh aktivitas pertambangan di kampung halamannya. Menurut Mareta, keterlibatan ormas keagamaan dalam bisnis tambang hanya akan memperburuk situasi. “Kami berharap ormas keagamaan kembali ke tujuan awal mereka—yakni untuk kesejahteraan umat, bukan merusak alam,” ujarnya.
Langkah Hukum
Seluruh pihak yang tergabung dalam Tim Advokasi bersepakat, PP 25/2024 harus dibatalkan demi melindungi lingkungan dan masyarakat. Mereka berharap Mahkamah Agung akan mengambil sikap yang berpihak pada kepentingan publik, bukan hanya pada segelintir organisasi yang mendapat konsesi tambang. “Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal masa depan generasi mendatang dan keberlanjutan lingkungan,” tutup Zakiyah.
Tim Advokasi rencananya akan mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Agung pada 1 Oktober 2024, bertepatan dengan peringatan Hari Kesaktian Pancasila.
Penulis: Maul