Lifestyle
Fenomena Badut Cilik: Bentuk Eksploitasi Anak Dengan Alasan Ekonomi
Wanita
968kpfm, Samarinda - Bermodal kostum tokoh kartun tersohor dan kaleng tempat menaruh uang yang tergantung di leher. Mereka beraksi di persimpangan Jalan Bung Tomo dan Jalan Cipto Mangunkusumo untuk menghibur pengguna jalan yang kebetulan berhenti saat lampu lalu lintas berwarna merah menyala.
Ya, mereka adalah badut cilik yang sedang berharap belas kasih pengguna jalan agar mau memberikan mereka uang. Tak jarang meski cuaca sedang panas terik ataupun hujan badai mereka tetap beraksi. Peluh keringat anak-anak ini terlihat jelas saat mereka membuka topeng kostum yang cukup berat. Mereka rela melakukan hal itu hanya demi alasan ekonomi.
Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC-PPA) Kaltim bahkan sempat menemui salah satu badut cilik untuk berbicara mengapa dia rela memakai kostum tokoh kartun di persimpangan jalan. Menurut Ketua TRC-PPA Kaltim, Rina Zainun, sebenarnya salah satu anak yang pihaknya ajak bicara tidak mau melakukan hal tersebut (menjadi badut cilik).
"Dia bersekolah di salah satu SMP. Sebenarnya dia tidak mau melakukan itu (badut cilik) karena panas. Tak jarang kaki mereka lecet karena kostum yang dipakai cukup berat. Namun hal itu terpaksa ia lakukan untuk meringankan beban orang tua," ucap Rina Zainun.
Rina-- sapaan akrabnya menjelaskan, orangtua seharusnya memahami bahwa jalanan bukanlah tempat yang aman untuk anak-anak. Bisa jadi mereka menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Atau yang lebih parah menjadi korban kejahatan dari orang dewasa.
Di sisi lain, lanjut Rina, anak-anak itu kehilangan hak untuk bersekolah dan bermain, serta menjadi korban eksploitasi demi alasan ekonomi. Padahal seharusnya tanggung jawab itu diemban oleh orang tua mereka, bukan diusahakan oleh anak seorang diri.
"Fenomena anak-anak menjadi badut seringkali menjadi alarm, bahwa anak-anak adalah kelompok rentan yang dieksploitasi secara ekonomi dengan dipaksa atau dibiarkan bekerja," tegas Rina.
Oleh sebab itu, Rina menekankan, harus ada intervensi dari pemerintah untuk anak-anak ini. Bukan hanya melakukan razia melulu, tapi juga harus melakukan pembinaan. Apabila ada yang ditemukan tidak bersekolah, maka pemerintah harus memberikan pelatihan atau memberikan pendidikan sesuai usia mereka.
"Hal ini dilakukan agar anak-anak ini bisa tumbuh dan berkembang sesuai usianya, serta memiliki harapan untuk masa depannya," terangnya.
Sampai saat ini, TRC-PPA Kaltim telah melakukan inventarisir, serta menyambangi para badut cilik ini untuk melakukan edukasi dan menyampaikan bahwa apa yang mereka lakukan itu tidak tepat. Selain itu, Rina beserta rekan-rekannya juga mencari tahu apakah ada orang yang memanfaatkan anak-anak ini demi mencari keuntungan pribadi.
Foto: Potret keberadaan badut cilik yang berada di Jalan Bung Tomo, tepatnya di persimpangan menuju Jembatan Mahakam. (Dokumentasi)